Keutamaan Makan Sahur di Bulan Ramadhan

Setiap kali memasuki Ramadhan, kita akan selalu berhadapan dengan satu aktivitas unik yang jarang kita temui pada bulan-bulan lainnya, yaitu sahur yang kita laksanakan sebulan penuh. Para ulama mengartikan sahur sebagai aktivitas makan dan minum saat menjelang fajar dan sebelum Subuh bagi orang-orang yang akan menjalankan ibadah saum. Adapun hukum melaksanakan sahur adalah sunah yang dianjurkan (sunnah mu’akad).
Sebenarnya, sahur tidak hanya ada pada bulan Ramadhan. Di luar Ramadhan pun kita bisa melaksanakan sahur, khususnya ketika kita hendak melaksanakan saum sunah atau saum qadha dan nazar. Walaupun demikian, intensitas, keberkahan, dan nuansa sahur kita di luar Ramadhan sangat berbeda dengan aktivitas sahur pada bulan Ramadhan di mana hampir semua orang yang berpuasa melaksanakannya. Tidak hanya itu, dari segi keberkahan dan pahalanya pun, melaksanakan sahur pada bulan Ramadhan jauh lebih besar daripada sahur pada bulan lainnya. Terlepas dari segi waktu pelaksanaannya, baik itu di bulan Ramadhan atau di luar bulan Ramadhan, sahur tetaplah merupakan aktivitas istimewa dan penuh keberkahan. Itulah mengapa Rasulullah saw. menganjurkan umatnya untuk melaksanakan sahur ketika hendak berpuasa walau hanya dengan seteguk air atau sebutir kurma.
1. Aktivitas yang Diberkahi
Hal terpenting dari makan sahur bukan terletak dari sedikit banyaknya makanan yang dikonsumsi. Menurut Rasulullah saw. dalam aktivitas sahur terdapat keberkahan dan pertolongan Allah Swt. Beliau bersabda sebagai berikut.

“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan walaupun hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur” (HR Ibnu Syaibah dan Ahmad).

Apa yang dimaksud berkah? Kata “berkah” berasal dari kata kerja madli (kata kerja yang merujuk pada peristiwa yang terjadi di masa lalu) baraka. Kata ini, menurut Ar-Raghib Al Asfahani, seorang pakar bahasa Al Qur’an, dari segi bahasa, mengacu pada arti al luzum (kelaziman), dan juga berarti ats tsubut (ketetapan atau keberadaan), dan tsubut al khayr al ilahy (adanya kebaikan Tuhan). Senada dengan Al Asfahani, Lewis Ma’luf, juga mengartikan kata baraka dengan arti “menetap pada sesuatu tempat”. Dari arti ini muncul istilah birkah, yaitu tempat air pada kamar mandi. Tempat air tersebut dinamakan birkah karena dia menampung air, sehingga air dapat menetap atau tertampung di dalamnya.
Dari kata birkah inilah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengartikan berkah sebagai “kebaikan yang banyak dan tetap” atau “tetapnya kebaikan Allah terhadap sesuatu”. Hampir senada dengan Al Utsaimin, Ibnul Qayyim Al Jauziyah memaknai berkah sebagai “kenikmatan dan tambahan”.
Dari makna-makna tersebut kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berkah adalah suatu sifat yang di dalamnya mengandung kebaikan. Berkah bisa berkaitan dengan perbuatan atau ucapan, tempat, dan waktu. Sahur adalah perkara yang setidaknya mengandung dua keberkahan, yaitu keberkahan dalam perbuatan dan keberkahan dalam hal waktu pelaksanaan.
Berkaitan dengan keberkahan sahur sebagai perbuatan, Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut.
“Makan sahurlah kalian, karena pada makan sahur itu terdapat keberkahan.”
Demikian pula sebuah hadits dari Ahmad dan An Nasa’i berikut.
“Sesungguhnya dia (makan sahur) adalah berkah yang diberikan Allah kepada kalian, jangan kalian meninggalkannya.”
Beliau pun menganjurkan kita untuk tidak meninggalkan makan sahur walau hanya seteguk air karena ada para malaikat yang mendoakan orang-orang yang sahur.
“Jangan kalian tinggalkan (sahur) walaupun salah seorang dari kalian hanya meneguk seteguk air, karena Allah dan para malaikat bersalawat atas orang-orang yang bersahur.”
Berkaitan dengan waktu, keberkahan sahur terjadi karena dilakukan pada sepertiga malam terakhir. Inilah waktu mustajabnya doa; saat Allah Swt. ”turun” ke bumi; dan saat orang-orang beriman biasa melakukan shalat malam (QS Al Isra’, 17: 79). Nah, apabila dua keberkahan (perbuatan dan waktu) menjadi satu, sangat rugi jika kita mengabaikannya hanya karena malas atau sekadar lupa.
2. Penambah Energi pada Siang Hari
Sahur memiliki peranan penting dalam mengoptimalkan ibadah saum yang dilakukan seorang Muslim pada siang hari. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut.
“Mintalah pertolongan (tambahan kekuatan) dengan makan sahur untuk berpuasa pada siang hari. Dan (mintalah pertolongan) dengan menyedikitkan makan pada siang hari untuk bangun pada malam hari.” (HR Hakim)
Dengan demikian, sahur bukan sekadar agar saat berpuasa tidak merasa lapar. Secara kesehatan, sahur pun berfungsi mengimbangi zat gizi yang tidak diperoleh tubuh selama sehari berpuasa. Karena itu, makan sahur tidak boleh sekadar kenyang, tetapi harus bergizi tinggi. Jadi, hidangan untuk makan sayur harus bisa menjadi cadangan kalori dan protein tinggi serta membuat lambung tidak cepat hampa makanan. Dengan demikian, rasa lapar tidak cepat dirasakan. Makanan yang cukup mengandung protein dan lemak adalah nasi, telur, dendeng, rendang, ikan, dan tentu saja sayur-sayuran.
3. Pembeda Antara Saumnya Kaum Muslimin dengan Ahlul Kitab
Puasa termasuk salah satu ritual ibadah yang sudah sangat tua usianya. Hampir setiap peradaban dan agama mengenal ritual puasa, dalam arti menahan diri dari melakukan sesuatu, biasanya menahan diri dari makan, minum, berhubungan seks, dan tidur. Dalam tradisi Katolik misalnya dikenal puasa dari memakan daging pada hari Ash Wednesday dan Good Friday. Selama berabad-abad, pengikut Katolik dilarang untuk makan daging pada setiap hari Jumat. Puasa pada hari Good Friday ini ditujukan untuk mengenang penderitaan Yesus Kristus.
Lain lagi dengan penganut Kristen Mormon, mereka berpuasa pada setiap hari Minggu pertama setiap bulan. Setiap individu, keluarga, atau kelompok dapat berpuasa kapan saja mereka mau. Mereka berpuasa dengan menahan diri dari makan dan minum selama dua periode makan berturut-turut, atau menyumbangkan makanan dan uang untuk mereka yang membutuhkan. Setelah puasa, para anggota gereja berpartisipasi dalam “Pertemuan Puasa dan Kesaksian.”
Ketentuan yang lebih longgar terlihat pada agama Kristen Protestan, para penganutnya berpuasa sesuai keputusan pribadi, gereja, organisasi, atau komunitas. Walaupun banyak yang menahan dari segala makanan dan minuman, ada juga yang hanya minum air atau jus saja. Berbagai larangan akan makanan tertentu juga dipraktikkan sebagian lainnya.
Dalam tradisi agama Yahudi dikenal hari puasa Yom Kippur, Hari Pertobatan. Almanak Yahudi memunyai enam hari puasa lainnya, seperti Tishna B’Av, hari ketika terjadinya penghancuran kuil-kuil Yahudi. Pada hari Yom Kippur dan Tishna B’Av, makan dan minum dilarang selama 25 jam, terhitung dari tenggelamnya matahari hingga tenggelamnya lagi pada esok harinya.
Orang-orang Hindu di India biasanya berpuasa pada setiap pergantian bulan (new moon days) dan pada acara-acara khusus seperti Shivaratni, Saraswati Puja, dan Durga Puja (dikenal dengan sebutan Navaratni). Perempuan di Utara India berpuasa pada hari Karva Chauth. Bentuk puasanya bergantung pada setiap individu, namun biasanya menahan diri dari makan dan minum selama 24 jam.
Sebagaimana tradisi-tradisi keagamaan lain, Islam pun memiliki ritual puasa. Ada yang wajib sifatnya, khususnya puasa di bulan Ramadhan, ada pula puasa sunah atau yang dianjurkan, seperti puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa Senin Kamis, puasa Arafah, dan sebagainya. Pada intinya, puasa yang dilakukan kaum Muslimin tidak jauh berbeda dengan puasa yang dilakukan umat agama lain, khususnya Ahli Kitab, yaitu menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami istri, dan dari perbuatan-perbuatan lain yang dilarang agama. Tujuannya pun hampir sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Akan tetapi, ada satu hal yang membedakan puasanya kaum Muslimin dengan Ahli Kitab. Rasulullah saw. Mengungkapkan dalam sabdanya sebagai berikut.
“Yang membedakan puasa Ahli Kitab adalah makan sahur.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Dijadikannya sahur sebagai pembeda antara puasanya umat Islam dengan umat agama lain, cukup memberi penekanan bagi kita akan keutamaan dan nilai penting makan sahur.
4. Meningkatkan Keikhlasan Beribadah
Ketika kecil, tidak ada aktivitas yang paling malas untuk dilakukan saat bulan Ramadhan, selain makan Sahur. Sebenarnya, saya juga malas melaksanakan ibadah puasa seharian, tetapi tidak semalas makan sahur. Mengapa? Karena kalau tidak puasa, malu sama teman-teman, takut dimarahi, dan takut tidak dibelikan baju baru dan ”uang lelah” alias angpaw saat lebaran. Tidak demikian dengan makan sahur. Bayangkan saja, lagi enak-enaknya tidur, kira-kira pukul 03.00, kita dibangunkan dan disuruh makan, apalagi kalau tidak ada lauk-pauknya. Kalaupun bangun dan makan sahur, saya tidak pernah diberi bonus apa-apa. Tapi kalau tidak bangun, orang tua pasti marah-marah, dan itu tidak bisa dijadikan alasan bagi saya untuk tidak berpuasa.
Sebenarnya, bukan hanya anak-anak yang malas makan sahur, orang dewasa pun ”kalau bisa menawar” pasti banyak yang memilih untuk tidak makan sahur, atau kalau bisa sahurnya digeser jadi setelah shalat Subuh. Itu jika parameternya nafsu. Maka, di sinilah Allah Swt. menjadikan aktivitas sahur sebagai ujian keikhlasan bagi seorang Muslim yang hendak menunaikan ibadah saum pada siang harinya. Betapa tidak, ketika sahur tidak ada orang yang melihat kita selain keluarga, tidak ada pujian dan sanjungan bagi kita saat melaksanakan sahur. Makan sahur pun tidak seenak makan pada siang hari. Untuk sahur, kita harus berjuang melawan kantuk, hawa dingin, dan perasaan malas. Kalau tanpa keikhlasan dan harapan untuk mendapatkan ridha Allah, sangat sulit bagi kita untuk menunaikannya.
Dengan demikian, semakin kita ikhlas, semakin mudah pula bagi kita untuk melaksanakan sahur. Semakin kita ikhlas, semakin terasa nikmatnya bangun pada dini hari untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah Swt. 
“Sahur adalah makanan berkah, maka jangan kalian tinggalkan
walaupun hanya meneguk seteguk air, karena Allah
dan para malaikat bershalawat atas orang-orang yang bersahur.”
— HR Ibnu Abu Syaibah dan Ahmad —

0 Response to " Keutamaan Makan Sahur di Bulan Ramadhan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel